Menentukan Muatan Formal

Sahabat kimia, kali kita akan membahas cara menentukan muatan formal dalam suatu molekul kimia ion poliatomik. Sebelummya apa teman-teman masih ingat dengan istilah pasangan elektron ikatan atau (PEI), pasangan elektron bebas (PEB) dan elektron tak berpasangan (ETB). Perhatikan contoh dibawah ini
Gambar 1. PEI, PEB, dan ETB pada molekul NO2
Contoh di atas akan mengingatkan kalian kembali pada ketiga istilah tersebut.
Lalu apa itu muatan Formal? Untuk apa kita menentukan muatan formal?
Yuk kita lanjutkan pembahasan kita...

Atom-atom yang berikatan kovalen memiliki muatan formal yang harganya negatif, nol atau positif. Muatan formal (Formal Charge) adalah muatan hipotetik dari atom-atom yang berikatan kovalen pada molekul ataupun ion poliatomik apabila pasangan elektron ikatan dianggap tertarik sama kuat oleh dua atom yang keelektronegatifannya sama. Muatan formal (Qf) dapat dihitung berdasarkan struktur lewis yang benar.

Lalu bagaimana menentukan muatan formal? Muatan formal suatu atom dapat dihitung dengan persamaan berikut sobat...🤗

Qf= EV - Nm = EV- NPeb - 1/2 NPei

EV adalah  elektron valensi ; NM adalah jumlah elektron yang dimiliki oleh atom; NPEB adalah jumlah elektron dan semua PEB atom ; NPei adalah jumlah elektron dari semua PEI pada atom.

Nah, sobat kimia bisa lihat contoh di bawah ini agar lebih jelas

Contoh 1. Hitunglah muatan formal atom-atom BF3

Pertama, kita tentukan dulu struktur lewis yang benar dari molekul tersebut
Gambar 2. Struktur Lewis BF3
Kemudian tentukan Peb, Pei dari molekul, terapkan dalam persamaan Qf
Muatan Formal atomB
Qf B = 3-3 = 3 - 0 -1/2 *6 = 0
Muatan Formal F
Qf F = 7-7= 7-6-1/2*2 = 0

Bagaimana dengan suatu ion poliatomik...yuk perhatikan contoh berikut ini

Hitunglah muatan Formal pada [BF4]-

Gambar 3. Struktur lewis [BF4]-
Dengan cara yang sama 
Qf B = 3 - 4= 3 - 0 - 1/2 *8 = -1
Qf F = 7-7 = 7-6-1/2*2=0

Dari dua contoh yang diberikan, saya akan memberikan sedikit tips untuk mempermudah dalam menghitung muatan formal. Jika sobat sudah memiliki gambar struktur Lewis muatan formal dapat saja ditentukan dengan cara sederhana. Muatan formal ini sebenarnya adalah membandingkan jumlah elektron valensi suatu atom seharusnya- dikurangi dengan jumlah elektron yang dimiliki pada struktur molekul/ion tersebut. 
Jadi pada contoh 1 misalnya Qf B = 3- 3=0 karena atom B memiliki Eval 3 dan elektron yang dimiliki atom B pada ikatan tersebut ada 3. Nah selanjutnya sobat bisa terapkan di contoh dua ya. Gampangkan 😉

Nah sebenarnya apa sih pentingnya kita mengetahui muatan formal?.
Jadi begini sobat, muatan formal atau atom-atom dalam struktur lewis suatu molekul dan ion poliatomik dapat dijadikan indikator kestabilan dari molekul dan ion poliatomik tersebut. Molekul dan ion poliatomik cenderung stabil bila atom-atomnya memiliki muatan formal nol. Oleh karena itu dalam menulisakan struktur lewis diupayakan agar muatan formal atom-atomnya sama dengan nol.
Sekian sobat pembahasan kali ini semoga bermanfaat.

Referensi

Chang, Raymond. 2011. General Chemistry, The Essential Concept Ed 6. Graw Hill Higher Education. USA: New York
Effendy. 2007. A-level Chemistry For Senior High School Vol 2B. Bayumedia: Malang




Hukum Dasar Kimia

Perkembangan ilmu kimia modern muncul ketika telah ditemukan neraca analitis. Antonie Lavoisier (1743-1794), ahli kimia Perancis berhasil menjelaskan hakikat dari reaksi pembakaran. Setelah menimbang dengan cermat massa reaktan dan hasil reaksi ia menyimpulkan bahwa
Massa zat sebelum dan setelah reaksi adalah tetap
Berdasarkan hal tersebut ia mengajukan gagasan bahwa massa suatu zat tidak dapat dimusnahkan atau diciptakan. Gagasan ini merupakan embrio munculnya salah satu dari hukum-hukum dasar kimia.

Hukum Kekekalan Massa atau Hukum Lavoisier

Perkembangan ilmu kimia bermula dari mulai ditemukannya neraca analitis. Neraca analitis digunakan untuk mengukur massa zat. Antonie Lavoisier merupakan salah seorang ilmuwan yang mulai menggunakan neraca analitis dalam penelitian kimia.

Antoiner Lavoisier (Hukum Kekekalan Massa)
Percobaan yang dilakukan dengan mereaksikan gas hidrogen (H2) yang dibakar dengan gas oksigen (O2) pada ruang tertutup membentuk air H2O yang massanya sama dengan gas hidrogen dan gas oksigen yang diperlukan.
Berdasarkan temuan tersebut maka lahirlah hukum kekekalan massa yang berbunyi massa sesudah dan sebelum reaksi adalah tetap. Hukum ini juga dikenal dengan hukum Lavoisier.
Yang jadi pertanyaan apakah hukum ini hanya berlaku pada ruang tertutup?

Hukum Perbandingan Tetap atau Hukum Proust

Joseph Proust merupakan seorang ilmuwan kimia dari Perancis yang menemukan fakta bahaw setiap senyawa selalu mengandung unsur-unsur dengan perbandingan massa tetap. NaCl murni selalu terdiri dari 39,34% massa Na dan 60,66% massa Cl tidak peduli apakah NaCl tersebut diperoleh dari air laut, dari tambang garam, atau dibuat langsung dari reaksi padatan Natrium dan gas Cl (klorin).
Hukum ini dikenal dengan hukum perbandingan tetap yang berbunyi perbandingan massa unsur-unsur yang terdapat dalam suatu senyawa adalah tetap, tidak tergantung pada cara yang digunakan dalam memperoleh senyawa tersebut.

Referensi

Chang, Raymond. 2011. General Chemistry, The Essential Concept Ed 6. Graw Hill Higher Education. USA: New York
Effendy. 2007. A-level Chemistry For Senior High School Vol 2A. Bayumedia: Malang

Persamaan Reaksi Kimia

Apa itu persamaan reaksi kimia? Bagaimana aturan dalam suatu persamaan reaksi kimia? Pada diskusi sebelumnya, teman-teman telah membahas tentang massa atom, massa molekul, beserta rumus empiris dan rumus molekulnya. Pada pembahasan kali ini, kita akan mempelajari apa yang terjadi pada atom-atom, maupun molekul-molekul pada reaksi kimia?

Korosi besi
Masih ingatkah teman-teman apa itu reaksi kimia?. Proses perkaratan besi merupakan salah satu contoh zat yang mengalami reaksi kimia dan dapat kalian temui sehari-hari. Besi yang lama dibiarkan di udara, terkena panas hujan, lama kelamaan akan berkarat. Coba teman-teman amati besi sebelum berkarat dan setelah berkarat. Pada besi yang berkarat, terdapat zat baru yang melapisi besi. Dari mana zat tersebut berasal? Tentu terjadi perubahan dari struktur asal besi ketika berinteraksi dengan udara bebas. Teman-teman tidak bisa mengamati langsung perubahaan struktur atom yang terjadi, hingga membentuk zat baru, namun para ahli sepakat untuk mempelajari perubahan tersebut dalam suatu persamaan, yang dikenal dengan persamaan reaksi kimia. Apa itu persamaan reaksi kimia?Apa saja komponennya? Untuk menjawab itu semua coba kalian pecahkan problem 1 berikut ini.

Problem 1. (Menganalisis Persamaan Reaksi Kimia)

Gas metana di udara bereaksi dengan oksigen dan terbakar, menghasilkan karbondioksida dan air. Proses perubahan yang terjadi ditulis dalam suatu persamaan reaksi kimia sebagai berikut:

CH4 (g) + O2 (g) => CO2 (g) + H2O (g)

Perhatikan komponen persamaan reaksi tersebut dan jawablah pertanyaan berikut ini:
  1. Apa fungsi tanda (+) , ( ) dan (g) pada persamaan reaksi diatas?
  2. Manakah pada persamaan reaksi tersebut, komponen yang bertindak sebagai reaktan/pereaksi dan produk/hasil reaksi?
  3. Masih ingat dengan hukum kekekalan massa, hitunglah jumlah atom C, H dan O sebelum dan sesudah reaksi, apakah sudah memenuhi hukum kekekalan massa? Jika belum apa yang harus dilakukan? Jelaskan !
Yukk kita pecahkan bersama ^_^

Apa fungsi tanda (+) , (→) dan (g) pada persamaan reaksi diatas?.

(+) menunjukan kedua zat bereaksi, (panah) menunjukan hasil reaksi, (g) menunjukkan wujud zatnya adalah gas

Manakah pada persamaan reaksi tersebut, komponen yang bertindak sebagai reaktan/pereaksi dan produk/hasil reaksi?

Berdasarkan wacana dan persamaan reaksinya, zat yang bertindak sebagai reaktan adalah sebelum reaksi yaitu metana dan oksigen, sedangkan hasil reaksi adalah karbondioksida dan air.

Masih ingat dengan hukum kekekalan massa, hitunglah jumlah atom C, H dan O sebelum dan sesudah reaksi, apakah sudah memenuhi hukum kekekalan massa? Jelaskan!

Hukum kekekalan massa : Massa sebelum reaksi sama dengan massa sesudah reaksi.

Unsur Sebelum Sesudah
C 1 1
H 4 2
O 2 3
Total 7 6


Persamaan reaksi tidak memenuhi hukum kekekalan massa, untuk itulah harus disetarakan dengan memberi koefisien

CH4 (g) +2 O2 (g)  →  CO2 (g) + 2H2O (g)

Suatu persamaan reaksi tidak setimbang tidak banyak digunakan, untuk itulah persamaan reaksi harus diseimbangkan terlebih dahulu.

Prinsip dasar penyetaraan adalah atom-atom yang terlibat dalam reaksi adalah kekal. Setiap atom harus muncul pada pereaksi dan produk dalam jumlah yang sama. Dalam menyetarakan suatu persamaan reaksi, rumus kimia produk dan reaktan tidak boleh diubah. Dengan kata lain, angka indeks dalam rumus kimia reaktan dan produk tidak boleh dirubah.

Langkah Penyetaraan Persamaan Reaksi

Adapun langkah-langkah penyetaraan reaksi sebagai berikut:

Langkah 1: Menulis dengan tepat rumus kimia reaktan dan produk pada persamaan reaksi tidak setimbang.

Langkah 2: Menyetarakan jumlah atom pada reakta dan produk dengan menyesuaikan koefisien zat

Langkah 3: Menggunakan bilangan bulat terkecil untuk semua harga koefisien reaksi.

Tidak ada aturan baku dalam menyetarakan reaksi…semakin teman-teman banyak latihan akan semakin mahir…coba-coba terus yahh…

Pada persamaan reaksi kimia, koefisien menyatakan perbandingan jumlah partikel, namun karena partikel berukuran sangat kecil, sehingga perbandingan jumlah partikel  sebanding dengan perbandingan jumlah mol.



Referensi

Chang, Raymond. 2011. General Chemistry, The Essential Concept Ed 6. Graw Hill Higher Education. USA: New York
Effendy. 2007. A-level Chemistry For Senior High School Vol 2A. Bayumedia: Malang

Tata Nama Senyawa Ionik dan Senyawa Molekuler (Part-2)

Pada kesempatan sebelumnya kita telah mengulas tuntas tentang tata nama senyawa ionik dan senyawa molekuler, nah kali ini kita akan melanjutkan pembahasan kita lebih dalam tentang tata nama senyawa molekuler. Seperti yang telah kita pelajari sebelumnya bahwa senyawa molekuler tersusun atas atom-atom. Senyawa molekuler biner merupakan senyawa molekuler paling sederhana yang tersusun atas dua macam atom nonlogam. Bagaimana tata nama senyawa molekuler biner?

Yuk ikuti penjelasan berikut... ^_^
Sulfur Dioksida

Tata Nama Senyawa Molekuler

Adapun yang akan kita bahas pada topik ini antara lain tentang tata nama senyawa molekuler biner, tata nama senyawa oksida, dan tata nama asam.

Tata nama senyawa molekuler biner

  1. Unsur pertama dalam rumus senyawa disebut lebih dulu sesuai nama unsurnya
  2. Unsur kedua diberi nama seperti anion
  3. Jumlah atom ditunjukkan dengan menggunakan awalan mono, di, tri dan seterusnya. (ini perbedaan mendasar dari tata nama senyawa ionik)
  4. Awalan mono tidak disebutkan untuk unsur yang ada ada didepan, contoh CO atau karbon monoksida bukan monokarbon monoksida.
Berikut contoh beberapa senyawa molekuler biner berserta namanya:

HF : Hidrogen flourida
N2O : Dinitrogen monoksida
N2O5 : Dinitrogen pentaoksida

Catatan : Urutan penulisan unsur-unsur dalam rumus senyawa molekuler berdasarkan aturan IUPAC
Unsur Bi Si C Sb As P N H Te Se S I Br Cl O F
Golongan 13 14 15 1 16 17 16 17


Unsur sebelah kiri memiliki prioritas kasta lebih tinggi dari pada unsur sebelah kanan
Contohnya : NF3 . bukan F3N (Effendy, 2007)

Alternatif tata nama senyawa oksida

Berdasarkan tata nama Inggris valensi atom nonlogam pada senyawa oksida ditunjjukan dengan angka romawi. Berikut beberapa contoh senyawa oksida beserta namanya berdasrkan tata nama Inggris.

N2O3 : Nitrogen (III) oksida
N2O5 : Nitrogen (V) oksida
P2O5 : Fosfor (V) oksida
SO2 : Belerang (IV) oksida

Tata Nama Asam

Masih ingat apa itu asam ?

ya berdasarkan teori Arhenius, asam adalah suatu zat yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan satu atau lebih ion H+ dan satu atau lebih anion (Effendy, 2007)
Sebagai contoh : Gas HCl terdiri dari molekul-molekul HCl. Bila HCl dilarutkan dalam air ia menghasilkan ion-ion sesuai persamaan reaksi berikut:
HCl (g) → H+(aq) + Cl-(aq)
H+ (aq) menunjukkan bahwa ion H+ disolvasi atau diikat oleh molekul-molekul air

Bagaimana aturan penamaan asam?

Bila asamnya tidak mengandung oksigen, maka namanya dalam bahasa Indonesia adalah dengan mengganti kata hidrogen pada senyawa dengan kata asam

contohnya : HI (aq) : Asam iodida, H2S (aq): Asam sulfida

Untuk asam yang mengandung atom oksigen (asam okso atau asam oksi) penamaanya adalah dengan mengganti kata ion pada nama ionnya dengan kata asam.

Contoh : H2CO3 : asam karbonat (anionnya CO32-) ; H2SO4 : asam sulfat (anionnya SO42-)

Demikan pembahasan kita tentang tata nama senyawa ionik dan senyawa molekuler semoga bermanfaat ya teman-teman ^_^

Referensi

Chang, Raymond. 2011. General Chemistry, The Essential Concept Ed 6. Graw Hill Higher Education. USA: New York

Effendy.2007. A-level Chemistry For Senior High School Vol 2A. Bayumedia: Malang

Tata Nama Senyawa Ionik dan Senyawa Molekuler (Part-1)

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang tata nama senyawa ionik dan senyawa molekuler. Adanya perkembangan IPTEK menunjang lahirnya senyawa-senyawa baru yang saat ini lebih kurang 20 juta senyawa dengan tambahan senyawa baru lebih dari 30 ribu setiap tahun. Oleh karena itu diperlukan suatu aturan tata nama yang sistematik yang berlaku secara universal sehingga setiap senyawa yang ditemukan memiliki nama sendiri yang tidak sama dengan senyawa lain.

Potasium Kloridas (Senyawa Ionik)

Sebelum aturan tatanama sistematik ditemukan sudah dikenal aturan tata nama umum yang disebut tata nama trivial. Tata nama trivial adalah tata nama senyawa yang didasarkan pada nama penemu, warna atau kegunaannya. Contohnya Na2SOyang diberi nama garam glauber karena penemunya J.R.Glauber. Tata nama ini pun semakin ditinggalkan karena senyawa-senyawa yang semakin banyak ditemukan dengan warna dan cirikhas yang hampir sama. Selanjutnya ada yang dikenal dengan tata nama tradisional. Tata nama tradisional yaitu tata nama yang menunjukkan unsur penyusunnya contohnya KI atau kalium iodidida karena tersusun oleh unsur kalium dan iodin. Namun sama halnya dengan tata nama trivial aturan tata nama ini mulai ditinggalkan semenjak adanya aturan baru dari IUPAC tentang tata nama sistematik yang berlaku universal dan sampai sekarang masih tetap digunakan. 

Berikut ini akan dipaparkan aturan tata nama senyawa anorganik baik senyawa ionik maupun senyawa molekuler...Cekidot ^_^

A. Tata Nama Senyawa Ionik

Senyawa ionik tersusun atas kation dan anion. Sebagian besar kation monoatomik merupakan kation logam kecuali H+. Kation lainnya adalah kation poliatomik contonya NH4. Anion juga ada yang poliatomik contohnya SO42-

Berikut ini nama beberapa kation

Li + = ion litium

Na+ = ion natrium

Co 2+ = Ion kobalto (Nama tradisional), Ion kobalt (II) (Nama sistematik/Stock)

Co 3+ = Ion kobalti (Nama tradisional), Ion kobalt (III) (Nama sistematik/Stock)

Catatan:

Akhiran -o digunakan untuk memberi nama ion yang memiliki muatan yang lebih rendah, sedangkan akhiran -i dugunakan untuk memberi nama ion yang memiliki muatan yang lebih tinggi.

Tata nama sistematik disebut juga sistem Stock. Angka romawi digunakan apabila unsur logam transisi memiliki lebih dari satu macam kation, contoh selain kobalt:  Mn2+, Mn4+, Fe2+, Fe3+, Hg2+, Hg22+. Unsur logam yang hanya memiliki satu kation tidak perlu menggunakan angka romawi

Berikut ini nama beberapa anion
Unsur-unsur nonlogam cenderung membentuk ion negatif atau anion. Nama anion monoatomik diberi akhiran -da. Nama tradisional dan nama sistematik anion-anion tersebut adalah sama seperti berikut ini

H- = Ion hidridia

Si4- = Ion silisida

S2- = Ion sulfida

Cl- = ion klorida
Nama dari anion okso didasarkan atas jumlah atom oksigen yang terdapat didalamnya, jumlah atom O lebih sedikit diberi akhiran -it, sedangkan jumlah atom O lebih banyak diberi akhiran -at. seperti berikut ini.

SO32- = Ion sulfit

SO42- = Ion sulfat
Atom-atom halogen dapat membentuk empat macam anion okso, jika memiliki 1 atom O diberi awalan hipo dan diakhir -it, jika memilki 2 atom O diberi akhiran -it, jika 3 atom O diberi akhiran -at, dan terakhir jika terdiri dari 4 atom O diberi awalan per dan akhiran at, seperti contoh berikut ini.

ClO- = ion hipoklorit

ClO2- = ion klorit

ClO3- = ion klorat

ClO4- = ion perklorat
Unsur nonlogam yang hanya membentuk satu anion okso diberi akhiran -at contohnya

CO32- = ion karbonat
Tata nama anion okso alternatif

Ion diikuti dengan jumlah atom oksigen + okso + nama unsur+ akhiran -at + muatan ion

contohnya

PO43- = ion tetraoksofosfat(3-)
Beberapa anion populer dalam pembelajaran kimia SMA

CN- = Ion sianida

O22- = Ion peroksida

SCN- = ion tiosianat

C2O42- = ion oksalat

HS- = ion bisulfida (ion hidrogen sulfida)

HCO3- = ion bikarbonat (ion hidrogen karbonat)

HSO4- = ion bisulfat (ion hidrogen sulfat)
Nah sebelum membahas tata nama senyawa ionik kita perlu tahu bagaima penulisan rumus senyawa ionik

Rumus senyawa ionik diberikan dengan menuliskan rumus kation ditambah angka indeks yang menyetarakan jumlah kation diikuti dengan rumus anion ditambah angka indek yang menyatakan jumlah anion. Angka indeks ini dibutuhkan agar jumlah muatan positif dan jumlah muatan negatif anion seimbang sehingga muatannya netral. Harga indeks satu tidak perlu ditulis. seperti contoh berikut ini

Na+ + Cl- = NaCl

Na+ + S2- = Na2S

Ca2++ NO3- = Ca (NO3)2

catatan :

(1) Pada rumus senyawa ionik, rumus anion ditulis setelah rumus kation.

(2) Ion poliatomik yang jumlahnya dua atau lebih ditulis dalam tanda kurung.


 ....bagaimana tata nama senyawa ionik letss cekidot 

1.. Senyawa ionik biner dengan kation dan anion sederhana jumlah anion dan kation tidak perlu disebutkan seperti contoh berikut

NaCl= Natrium klorida

Mg3N2 = Magnesium nitrida

2..Senyawa ionik biner yang memiliki lebih dari satu muatan kation maka berlaku tata sistematika stock seperti contoh berikut ini

FeO = Fero flourida atau Besi (II) flourida

Fe2O3 = Feri flourida atau Besi (III) flourida

3.. Senyawa ionik poliatomik memiliki aturan yang sama dengan senyawa ionik biner

K2SO4 = Kalium sulfat

Sampai disini dulu yaa...jangan lupa ikuti pembahasan selanjutnya tentang tata nama senyawa molekuler.. ^_^

Referensi

Chang, Raymond. 2011. General Chemistry, The Essential Concept Ed 6. Graw Hill Higher Education. USA: New York

Effendy.2007. A-level Chemistry For Senior High School Vol 2A. Bayumedia: Malang

Model Pembelajaran Problem Solving

Berkembangnya paradigma dalam pembelajaran dari behavauristik menjadi konstruktifistik melahirkan temuan-temuan model pembelajaran baru salah satunya model pembelajaran problem solving. Salah satu hal yang penting dalam memilih strategi pembelajaran adalah harus disesuaikan dengan karakteristik materi. Pembelajaran kimia yang ideal adalah pembelajaran yang mengkaji berbagai aspek dari konsep-konsep yang dipelajari, karena konsep-konsep kimia mencakup aspek konseptual dan algoritmik yang sebagian besar merupakan penggambaran abstrak, maka pembelajaran kimia yang ideal adalah yang mampu mengintegrasi kedua aspek tersebut. Mengingat materi dalam pokok bahasan kimia banyak melibatkan konsep, prinsip, aturan serta perhitungan secara matematika, maka perlu diupayakan suatu metode pegajaran yang dapat memudahkan siswa memahami materi tersebut.




Saat ini banyak dikembangkan pendekatan baru dalam pembelajaran, salah satunya problem solving (pemecahan masalah). John Dewey adalah orang yang pertama kali mengenalkan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) di sekolah. Menurutnya, masalah adalah suatu yang diragukan atau sesuatu yang belum pasti. Pemecahan masalah, menekankan agar pembelajaran yang diberikan dapat memberi siswa kemampuan bagaimana cara memecahkan masalah yang obyektif dan tahu benar yang sedang dihadapi. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan aktivitas mental yang kompleks dan melibatkan visualisasi, imajinasi, abstraksi dan kumpulan gagasan atau ide-ide dalam meramu untuk mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi, memecahkan masalah, dan memeriksa jika masalah sudah dipecahkan. Landasan dalam pemecahan masalah adalah pemahaman aspek konseptual dan aspek algoritmik, yang pengoperasian matematikanya membutuhkan keterampilan dan latihan (Tingle and Good, 1990). Dengan strategi problem solving diduga akan dicapai hasil belajar yang optimal, baik pemahaman konseptual maupun pemahaman algoritmik.

Problem solving sangat cocok digunakan dalam mengajarkan materi yang banyak melibatkan konsep-konsep dan perhitungan. Hal tersebut dapat dilihat dalam penyelesaian masalah dalam model problem solving, yaitu dapat berupa penyelesaian secara kuantitatif maupun kualitatif. Penyelesaian kuantitatif penggunaan rumus yang sesuai sehingga dapat menjawab masalah yang diberikan. Sedangkan penyelesaian kualitatif dapat dilakukan dengan penyimpulan dan logika sehingga pemecahan masalah dapat dikaitkan antara logika yang ada dengan masalah yang ada.

Model pembelajaran Problem Solving mempunyai beberapa langkah yang dapat dilaksanakan dalam pembelajaran kimia. Ada beberapa ahli yang mengajukan langkah-langkah model pembelajaran Problem Solving, akan tetapi model Problem Solving yang diajukan oleh Polya lebih fleksibel dibandingkan dengan yang lainnya dan sering digunakan dalam penelitian (Wilson dkk, 1995). Polya (2004) menyatakan ada empat langkah dalam model Problem Solving yaitu memahami masalah, merancang rencana solusi, melaksanakan rencana solusi dan review (pengecekan)

Berdasarkan pemaparan di atas penerapan pembelajaran dengan strategi Problem Solving diawali dengan fase analisis masalah yaitu fase dimana siswa memahami permasalahan, masalah tersebut harus dianalisis sedemikian rupa sehingga, dapat dipilah hal-hal yang diketahui dan yang tidak diketahui. Untuk tahap ini, perlu dijawab pertanyaan, pertanyaan seperti apa yang diketahui dan yang belum diketahui, apa ketentuan dan bagaimana persyaratan-persyaratanya. Tahap selanjutnya adalah penyusunan penyelesaian masalah (perencanaan) yaitu tahap dimana siswa menemukan semua materi konsep-konsep atau unsur-unsur pengetahuan yang erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi dan kemudian menyeleksi informasi yang tepat yang dapat digunakan untuk menyusun rencana penyelesaian. Pada tahap ini siswa dilatih untuk memanfaatkan informasi yang telah diperoleh dan merencanakan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Tahap ketiga adalah penyelesaian/pemecahan masalah dimana pada tahap ini dilakukan penggabungan bagian-bagian informasi yang terpisah-pisah tadi untuk menghasilkan suatu jawaban penyelesaian. Penyelesaian masalah dapat berupa penyelesaian secara kuantitatif maupun kualitatif. Tahap terakhir adalah pengecekan dimana pada tahap ini dilakukan serangkaian evaluasi dari seluruh tahap sehingga diperoleh penyelesaian yang tepat.

Pada implementasinya model problem solving banyak mengalami kendala dalam proses pembelajaran. Kendala disebabkan sulitnya siswa menghubungkan konsep yang telah diperoleh dengan konsep yang akan dipelajari, sehingga terhambat pada tahap analisis masalah dan perencanaan pada sintak problem solving. Selain itu daya ingat siswa yang berbeda-beda menyebabkan lambatnya penyelesaian suatu masalah. Hal ini akan berpengaruh dalam proses problem solving yang dilakukan.
Berikut ini saya berikan contoh skenario penerapan model pembelajaran problem solving dimana dosen akan membahas tentang materi yield reaction

Dosen memberikan pengantar pada materi yield reaction
Terkadang mereaksikan zat kimia, hasil yang diperoleh lebih kecil dari diharapakan/berdasarkan teori. Apakah yang menyebabkan demikian?
Jawaban yang diharapkan :
Reaktan yang digunakan tidak murni. atau mungkin saja teknik reaksi yang digunakan tidak begitu baik. Tidak menutup kemungkinan, reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, sehingga kita tidak akan pernah memperoleh hasil 100% dari perubahan reaktan menjadi produk, bahkan ada reaksi yang berlangsung 100% tetapi sulit untuk memperoleh kembali seluruh produk dari setengah reaksi. Beberapa reaksi berlangsung kompleks, sehingga antar produk yang terbentuk bereaksi kembali membentuk produk yang lain.
Kalau begitu bagaimana kita mengukur efisiensi dari suatu reaksi kimia? Untuk menjawab pertanyaa tersebut, perhatikan contoh berikut:
Dosen memberikan contoh problem
Nitrogliserin (C3H5N3O9) merupakan bahan peledak yang memiliki kekuatan sangat dahsyat. Reaksi dekomposisinya dapat ditunjukan sebagai berikut:

4C3H5N3O9 → 6 N2 + 12 CO2 + 10 H2O + O2

Reaksi berlangsung pada suhu sangat tinggi dan menghasilka banyak gas, bersamaan dengan kecepatan ekspansinya dalam menghasilkan ledakan. (a) Berapakah jumlah maksimum O2 yang dapat terbentuk dari 200 g nitrogliserin? (b) berapakah persen hasil dari reaksi ini jika oksigen yang dihasilkan sebesar 6,55 gram?

Dosen mencontohkan pemecahan masalah menggunakan tahapan problem solving

Mahasiswa dan dosen bersama-sama memecahkan contoh problem

Diharapkan mahasiswa memperhatikan penjelasan dosen dengan seksama, serta mengajukan pertanyaan, apabila ada yang belum dimengerti dari penjelasan dosen

Tahap Analisis Masalah


Diketahui :
Zat-zat yang terlibat dalam reaksi :
Nitrogliserin (C3H5N3O9) 200 g , massa molar: 227g/mol
Gas Oksigen (O2) hasil sebernarnya : 6,55 gram, massa molar 32 g/mol
Ditanya:
Hasil maksimum pembentukan O2
% yield reaction jika hasil gas Oksigen (O2) sebernarnya : 6,55 gram

Tahap Perencanaan


Menuliskan persamaan reaksi
Menentukan mol Nitrogliserin (C3H5N3O9)
Berdasarkan nisbah stoikiometri hitunglah jumlah mol O2
Menghitung massa teoritik O2
Membandingkan hasil sebenarnya dengan hasil teoritk

Tahap Pemecahan Masalah

1. Menuliskan persamaan reaksi

4C3H5N3O9 → 6 N2 + 12 CO2 + 10 H2O + O2


2. Menentukan mol Nitrogliserin (C3H5N3O9)
Mol C3H5N3O9
: 200gram x (1 mol CaCO3 / 227 gram)
: 0,88 mol

3. Berdasarkan nisbah stoikiometri hitunglah jumlah mol O2
Mol O2 = 0,88 mol C3H5N3O9 x ( 1 mol O2/ 4 mol C3H5N3O9)
= 0,22 mol

4. Menghitung massa maksimum O2
Massa O2 = 0,22 mol x(32 gram/ 1mol)
= 7,048 gram

5. Membandingkan hasil sebenarnya dengan hasil teoritik:
Yield reaction = (Hasil sesungguhnya/ Hasil teoritis x 100%)
Yield reaction = (6,55 gram/7,048 gram) x100%
= 92,9 %

Tahap pengecekan

Penyesuaian koefisen reaksi berdasarkan hukum kekekalan massa
Penentuan nisbah stoikiometri sudah benar.
Hasil reaksi teoritis selalu lebih besar dari hasil reaksi sebenarnya
Yield reaction biasanya selalu kurang dari 100%
Demikian ulasan singkat tentang model pembelajaran problem solving serta contoh penerapanya di kelas semoga bermanfaat ^_^

Referensi

Tingle, B.J., & Good, R. 1990. Effect of Cooperative Grouping On Stoichiometric Problem Solving in High School Chemistry. Journal of Research In Science Teaching, 27 (7): 671-683.
Wilson, K.G., Stelzer, J.Bergman, J.N., Kral, M.J.,Inayatullah, M.,Elliot, C.A. 1995. Problem Solving, Stress, and Coping in Adollescent Suicide Attempts. Suicide and Life-Threatening Behavior, 25(2):241-252.
Polya, G. 2004. How To Solve It (John Conway, Ed). United State of America: Princention University Press.

Review Jurnal : Efektivitas Pembelajaran Berbasis Inkuiri menggunakan Model Tingkat Partikulat untuk Meningkatkan Pemahaman Konseptual Stoikiometri Siswa

Pada kesempatan kali ini saya akan mereview sebuah jurnal dengan topik pembelajaran berbasis inkuiri namun pembelajaran inkuiri kali ini dipadukan dengan model pemahaman tingkat partikulat/ molekuler. Pembelajaran berbasis inkuiri tentu tak asing bagi teman-teman khususnya mahasiswa pendidikan. Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan salah satu bentuk pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik atau ilmiah, yaitu pendekatan dimana siswa diminta untuk mencari dan menemukan sendiri konsep yang dipelajari dengan menggunakan prinsip-prinsip metode ilmiah. Pada prakteknya pembelajaran berbasis inkuiri, siswa akan dibiasakan untuk diberi suatu masalah, merumuskan masalah, mencari solusi, membuat dugaan sementara, menguji dengan melakukan penyelidikan dan pada akhirnya membuat kesimpulan. Dengan melakukan kegiatan tersebut siswa akan terlatih untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Seiring berjalannya waktu, adanya upaya-upaya untuk meningkatkan pemahaman konspetual siswa menyebabkan lahirnya penelitian-penelitian baru tentang pembelajaran berbasis inkuiri yang dipadukan dengan media atau model pembelajaran lainnya. Penelitian ini, merupakan salah satu bentuk perkembangan pembelajaran berbasis inkuiri dimana pada prakteknya dipadukan dengan model tingkat molekuler untuk meningkatkan pemahaman konseptual siswa pada materi stoikiometri. Pada jurnal tersebut dijelaskan bahwa latar belakang penelitian disebabkan adanya ironi dalam pembelajaran dimana masih banyak siswa yang belum memiliki pemahaman konsep yang memadai pada materi stoikiometri.

Sebagai contoh sebagian besar siswa tahu cara menentukan persamaan reaksi setara namun belum memahami apa makna dari persamaan reaksi tersebut. Padahal jika siswa menguasai persamaan reaksi maka siswa akan mudah untuk memecahkan problem stoikiometri selanjutnya seperti perbandingan mol, penentuan jumlah reaktan dan produk, kemudian reaksi pembatas. Rendahnya pemahaman konseptual tersebut bisa terjadi karena rendahnya kemampuan multirepresentasi siswa khususnya pada tingkat mikroskopik atau molekuler.

Siswa hanya dibiasakan menghadapi problem-problem pada tingkat makroskopik maupun simbolik, sedangkan level mikroskopik senantiasa diabaikan, padahal dengan melihat gambaran secara mikroskopik misalnya molekul-molekul yang terlibat dalam reaksi justru akan mempertajam pemahaman konsep siswa.

Penelitian ini bertujuan  (1) merancang pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konseptual siswa pada materi stoikiometri dan (2) melakukan evaluasi pada proses pembelajaran yang dilakukan. Eksperimen yang digunakan merupakan eksperimen semu dengan rancangan one group pretest posttest. Penelitian dilakukan pada siswa tingkat 11 berjumlah 28 orang dan pada siswa tingktan 12 berjumlah 26 orang. Pretest dilakukan sebelum pembelajaran dimulai dan posttest dilakukan diakhir proses pembelajaran. Penelitian dilakukan selama separuh dari semester dua. Perlakuan yang diberikan pada penelitian dilakukan dua tahap. Periode pertama disebut Balancing in a Particulate Way (BPW) dan tahap kedua disebut Not Lef tovers Again (NLA).

Pada tahap pertama yaitu Balancing in a Particulate Way (BPW) penyetaran pada level mikroskopik. Pembelajaran ini dirancang berdasarkan data miskonsepsi siswa sebelumnya pada materi stoikiometri yang menunjukkan pemahaman konsep rendah pada persamaan reaksi dan rumus kimia senyawa. Sebagian besar siswa belum mengetahui perbedaan koefisien dan indeks pada persamaan reaksi dan rumus kimia pada pertanyaan konseptual. Sebagian besar siswa dapat memecahkan masalah matematika namun kesulitan saat dihadapkan pada pertanyaan konseptual level mikroskopik. BPW bertujuan untuk memfasilitasi pemahaman stoikiometri tingkat mikrokopik dan simbolik siswa, hal tersebut juga dapat sebagai saran dimana penggunaan multirepsresentasi dapat mengurangi miskonsepsi siswa. Pada tahap ini siswa dihadapkan dengan persamaan simbolik dan gambaran mikroskopik yang merupakan persamaan kimia yang sana. Aktivitas menggunakan 10 reaksi senyawa kovalen yang berbeda yang direpresentasikan pada level simbolik dan mikroskopik. Para siswa melakukan pemecahan masalah dua representasi tersebut berdasarkan pertanyaan-pertanyaan inkuiri yang dilakukan (contoh problem dapat teman-teman lihat pada jurnal induk). Selama proses pembelajaran guru bertugas sebagai fasilitator, berjalan keseluruh bagian kelas, dan mendatangi masing-masing kelompok siswa yang sedang berdiskusi.

Tahap kedua disebut Not Lef tovers Again (NLA) yaitu pembelajaran dirancang untuk menghubungkan level simbolik, algoritmik dan mikroskopik pada stoikiometri. Target dari NLA khususnya miskonsepsi siswa pada asumsi bahwa reaksi kimia pada sebuah jumalah mol yag sama maka perbandingan mol dan massa adalah sama dan massa molar dengan massa sebenarnya. Selanjutnya siswa akan menghitung proporsi perubahan kimia yang terjadi. Pembelajaran ini akan membantu siswa membangun konsep utama dalam stoikiometri untuk memecahkan masalah algoritmik. Pada tahap ini juga dilakukan kegiatan pra lab yang bertujuan untuk penyelidikan siswa. Berdasarkan hasil evaluasi posttest menunjukkan siswa yang melakukan kegiatan inkuiri berbantuan mutirepresentasi mengalami peningkatan pemahaman konseptual yang signifikan.

Demikian review jurnal yang dapat saya berikan untuk lebih lengkapnya teman-teman dapat mengunjungi link berikut ini:

Effectiveness of Inquiry-Based Lessons Using Particulate Level
Models To Develop High School Students’ Understanding of
Conceptual Stoichiometry
Stephanie Kimberlin† and Ellen Yezierski*,
Live Oaks Career Campus, Milford, Ohio 45150, United States
Department of Chemistry & Biochemistry, Miami University, Oxford, Ohio 45056, United States
http://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/acs.jchemed.5b01010

Penentuan Rumus Molekul Suatu Senyawa


Pada kesempatan sebelumnya kita telah memperlajari cara menentukan rumus empiris suatu senyawa berdasarkan persen komposisinya, Nah pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang rumus molekul senyawa…let's cekidot… ^_^

Pada dasar suatu perbandingan komposisi hanya digunakan untuk menentukan rumus empiris yang merupakan perbandingan atom dari suatu senyawa. Sedangkan rumus kimia yang menunjukkan jumlah atom sebenarnya didalam senyawa disebut rumus molekul. Dalam rumus molekul indeks/ subscript menunjukkan jumlah atom dalam suatu molekul. Rumus molekul senyawa biasanya merupakan kelipatan dari rumus empirisnya. Sebagai contoh rumus molekul etena adalah dua kali rumus empirisnya; rumus molekul propena adalah tiga kalo rumus empirisnya.

Beberapa senyawa memiliki rumus molekul yang identik dengan rumus empirisya contoh CH4, NH3. Namun ada pula yang berbeda contoh C8H18 memiliki rumus empiris C4H9 dari contoh tersebut dapat dilihat rumus molekul adalah kelipatan dari rumus empiris. Sebagai contoh suatu senyawa memiliki rumus empiris HO dengan massa rumus (17,01 g/mol) jika massa molekul sebesar 34,02 maka rumus molekulnya dapat ditentukan dengan membandingkan massa rumus dengan massa molekul yaitu kelipatan 2, sehingga rumus molekulnya (HO)2 atau H2O2.

Untuk membantu teman-teman dalam memahami cara penentuan rumus molekul mari percahkan bersama problem berikut ini….

Benzopiren merupakan salah satu senyawa berbahaya, sebagai agen dari penyebab kanker. Komposisi tersebesar dari senyawa tersebut adalah karbon dengan persen massa mencapai 95,21% dan sisanya Hidrogen dengan persen massa 4.79%. Dari komposisi tersebut bagaimankah rumus molekul dari Benzopiren (Massa molar: 252,30 gram).

1. Tahap Analisis Masalah


Diketahui:

Persentase masing-masing elemen

95,21% C 4,79% H

Massa Molar Benzopiren 194.2 g/mol

Ditanya : rumus moleku Benzopiren

2. Tahap Perencanaan Pemecahan Masalah

Menentukan jumlah mol dari dari masing-masing penyusun

Menentukan rumus empiris senyawa dengan cara membuat perbandingan mol paling sederhana (bilangan bulat) dari ketiga penyusun.

Menentukan massa rumus empiris

Menentukan kelipatan dengan membandingkan massa rumus dengan massa molekul.

3. Tahap Pemecahan Masalah

Asumsikan bahwa massa senyawa 100 gram, sehingga massa C = 95,21 gram dan H= 4,79 gram.

Tentukan mol C dan H
  • Mol C= 95.21 gC x ( 1mol/12 gC)= 7.982 mol
  • Mol H= 4,75 mol
Tentukan rumus empiris

C 7,982 H 4,75

C (7,982/4,75) H (4,75/4,75)

C 1,67 H 1

C5H3

Perbandingan massa molar rumus molekul dengan massa molar rumus empiris

= 252,30 g/mol /63,07 g/mol = 4

Sehingga rumus molekul Benzoperin

(C5H3)4= C20H12

Demikian teman-teman pembahasan tentang rumus empiris dan rumus molekul semoga bermanfaat…jangan lupa ikuti materi selanjutnya…. ^_^

Referensi

Chang, Raymond. 2011. General Chemistry, The Essential Concept Ed 6. Graw Hill Higher Education. USA: New York

Effendy.2007. A-level Chemistry For Senior High School Vol 2A. Bayumedia: Malang



Penentuan Rumus Empiris Suatu Senyawa

Masih ingat arti indeks pada suatu rumus kimia? Ya.. indeks tersebut menunjukkan perbandingan mol dari masing-masing unsur pembentuk senyawa. Jika terdapat zat yang tidak diketahui rumus kimianya namun diketahui persen komposisinya maka kita akan mudah untuk mengetahui rumus kimianya. Rumus kimia yang ditentukan dari persen komposisi itulah yang disebut dengan rumus empiris. Mengapa dengan mengetahui persen komposisi kita bisa menentukan rumus empirisnya? Informasi apa yang diperoleh dari persen komposisi. Perhatikan contoh berikut:

Contohnya suatu cairan tak berwarna memiliki komposisi 84,1 % karbon dan 15,9% hidrogen. Untuk mempermudah dapat diasumsikan bahwa massa komponen total 100 gram. Sehingga kita dapat mengasumsikan massa dari C 84,1 gram dan hidrogen 15,9 gram. Jika massa telah diketahui maka kita bisa mengkoversi dalam bentuk mol dengan menggunakan massa molar masing-masing ( Ingat : materi mass relationship) .

Beberapa senyawa seperti etana (C2H4), propena (C3H6), dan butena (C4H8) tersusun atas atom karbon dan atom hidrogen. Perbandingan jumlah atom karbon dan atom hidrogen dalam senyawa-senyawa tersebut adalah 1:2. Etena, propena dan butena memiliki rumus empiris yang sama yaitu CH2. Rumus empiris adalah rumus paling sederhana dari suatu senyawa yang menyatakan jenis atom dan jumlah relatif dari atom-atom tersebut.

Untuk lebih memahami materi rumus empiris mari kita bersama pecahkan problem berikut ini,,,,,cekidot ^_^



Problem 1 (Menentukan rumus empiris dari suatu analisis unsur)

Suatu analisis elemen dalam suatu senyawa menunjukkan terdapat 2,82 g logam Na, 4,35 Cl dan 7,83 O. Dari komposisi tersebut seorang analisis ingin menentukan rumus empiris dari senyawa yang diperoleh. Apa rumus empiris yang diperoleh oleh analis tersebut? (massa molar (g/mol)= Na : 23, Cl :35,5 O:16)

Yuukkk Kita pecahkan Bersama…

1. Tahap Analisis Masalah

Diketahui :

Komposisi : Na (2,82 g), Cl (4,35 g), O (7,83 g)

Ditanya:

Tentukan rumus empiris dari senyawa yang diperoleh

2. Tahap Perencanaan Pemecahan masalah

Menentukan jumlah mol dari dari masing-masing penyusun

Menentukan perbandingan mol paling sederhana (bilangan bulat) dari ketiga penyusun.

3. Tahap Pemecahan Masalah


Menentukan jumlah mol dari dari masing-masing penyusun

Mol Na = 2,82 g x (1 mol Na/22,9 g Na)= 0,123 mol

Mol Cl = 4,35 g x (1 mol Cl/35,45g Cl= 0,123 mol

Mol O = 7,83 g x (1 mol O/16,00 g O)= 0,489 mol

Menentukan perbandingan mol paling sederhana (bilangan bulat) dari ketiga penyusun

Na (0,123/0,123) Cl (0,123/0,123) O (0 ,489/0,123)= NaClO4

4. Tahap Pengecekan

Perbandingan mol Na dan Cl lebih kecil dari O karena massa dari penyusunnya lebih kecil 0,1 massa molarnya. Sedangkan O memiliki jumlah mol yang besar karena massa molar sangat kecil dibandingkan Na dan Cl.

Fakta bahwa kita dapat menentukan rumus empiris senyawa jika kita mengetahui persen komposisinya memungkinkan kita untuk mengidentifikasi senyawa melalui percobaan. Dengan analisis kimia, massa zat hasil reaksi dapat diketahui. Penyusun zat hasil reaksi tentu saja sama dengan reaktan pembentuknya. Dengan informasi massa zat hasil reaksi tersebut, kita dapat mengetahui massa dari unsur penyusun reaktannya. Seperti problem berikut ini

Problem 2. (Menentukan rumus empiris dari suatu reaksi pembakaran)


Jika etanol dibakar dalam sebuah peralatan pembakaran gas maka gas karbondioksida dan air akan dilepaskan. Massa CO2 dan H2O yang dihasilkan dapat ditentukan dengan mengukur kenaikan massa penyerap CO2 dan H2O. Andaikan dalam sebuah percobaan, pembakaran 11,5 gram etanol menghasilkan 22,0 gram CO2 dan 13,5 gram H2O. Maka bagaimanakah rumus empiris dari etanol (asumsikan seluruh karbon menjadi CO2 dan Hidrogen menjadi H2O )?


Mari kita pecahkan bersama...

1. Tahap Analisis Masalah


Diketahui :

Komposisi : Massa etanol sebelum : 11,5 gram, menghasilkan 22,0 gram CO2 dan 13,5 gram H2O

Ditanya:

Tentukan rumus empiris

2. Tahap Perencanaan

Menentukan komposisi C pada CO2

Menentukan komposisi H pada H2O

Menentukan selisih jumlah C dan H dengan massa etanol

Jika terdapat selisih maka kemungkinan adalah massa oksigen

Menentukan jumlah mol dari dari masing-masing penyusun

Menentukan perbandingan mol paling sederhana (bilangan bulat) dari ketiga penyusun.

3. Tahap Pemecahan Masalah


Massa C = 22,0 gCO2 x (1 mol CO2/44,0g CO2)x (1 mol C/ 1 mol CO2) x (12,01 gC/ 1mol C)=6,00 g C

Massa H= 13,5 gH2O x (1 mol H2O/44,0g H2O)x (1 mol C/1 mol H2O) x (12,01 gH/ 1molH)=1,51 g H

Jadi dalam 11,5 g etanol terdapat 6 g karbon dan 1,51 g hidrogen, sisanya tentulah oksigen:

Massa O = massa sampel – (massa C + massa H)

Massa O = (11,5 g- (6,00 g +1,51 g)

= 4,0 g

Menentukan jumlah mol dari dari masing-masing penyusun

Mol C = 6 g x (1 mol C/12,01 g)= 0,500 mol

Mol H = 1,51g x ( 1mol H /1,008g) = 1,50 mol

Mol O = 4,0 g x (1 mol O/ 16,00 g O) = 0,25 mol



Menentukan perbandingan mol paling sederhana (bilangan bulat) dari ketiga penyusun.

C2H6O

4. Tahap Pengecekan


Perbandingan mol C dan H lebih besar dari O sehingga massa oksigen lebih kecil dari

Referensi

Chang, Raymond. 2011. General Chemistry, The Essential Concept Ed 6. Graw Hill Higher Education. USA: New York

Effendy.2007. A-level Chemistry For Senior High School Vol 2A. Bayumedia: Malang

Aplikasi Komposisi Massa Pada Bidang Industri

Teman-teman pada kesempatan kali ini kita akan kembali melanjutkan pembahasan kita tentang komposisi massa atau sering kali disebut persen massa. Pembahasan berikut ini menyangkut aplikasi komposisi massa dalam dunia industri,,sangat menarik bukan ternyata materi kimia yang kita pelajari sangat erat dengan kehidupan kita sehari-hari. Para kimiawan seringkali ingin mengetahui massa aktual dari salah satu unsur dalam suatu senyawa dengan massa tertentu. Sebagai contoh, pada industri pertambangan, informasi ini dapat menjelasakan kualitas bijih. Karena persen komposisi massa dari unsur-unsur dalam senyawa dapat dihitung dengan cepat, maka masalah ini dapat diselesaikan dengan cara yang cukup sederhana. Selain itu dengan mengetahui persen komposisi yang sebenarnya maka kita bisa mengetahui apakah unsur yang kita pisahkan dari senyawa, sudah terpisah secara sempurna atau tidak. Untuk lebih memahami pembahasan ini mari bersama kita pecahkan problem berikut ini.

Problem 2 (Penentuan komposisi unsur dalam senyawa dengan jumlah tertentu)

Kalkoparit (CuFeS2) merupakan salah satu mineral penting sebagai sumber tembaga (Cu). Seseorang telah memisahkan logam Cu sebesar 1,50 x 103 kg dari 5,93 x 103 kg kalkoparit Berdasarkan hasil yang diperoleh apakah logam tembaga sudah terpisahkan dengan sempurna dari mineralnya?
Mari kita bahas bersama …^_^
1. Tahap Analisis Masalah
Diketahui :
Rumus kimia kalkoparit : CuFeS2
Massa kalkoparit : 5,93 x 103 kg
Massa Cu yang diperoleh : 1,50 x 103 kg
Ditanya:
Apakah hasil pemisahan telah sempurna dipisahkan
Untuk mengetahui apakah hasil sudah sempurna adalah dengan membandingakan dengan hasil yang diperoleh dengan hasil sebenarnya secara teoritis. Untuk itu perlu diketahui kadar Cu dalam kalkoparit secara teoritis.
2.Tahap Perencanaan Pemecahan Masalah
Menentukan massa molar kalkoparit dan Cu
Menentukan jumlah molar atom Cu dalam kalkoparit
Menentukan % komposisi dengan membandingkan massa Cu dengan Massa molar kalkoparit dikali 100%
Mengubah persen komposisi menjadi massa desimal.
Menentukan massa Cu dalam kalkoparit dengan cara mengalikan komposisi dengan massa kalkoparit
Membagi massa yang diperoleh dengan massa teoritis dikalikan 100%.

3. Tahap Pemecahan masalah
- Menentukan massa molar kalkoparit
Massa molar Cu dan CuFeS2 = 63,5g dan 183,5g
- Menentukan jumlah mol atomCu dalam kalkoparit
n Cu dalam CuFeS2 : 1 mol
- Menentukan % komposisi dengan membandingkan massa Cu dengan Massa molar kalkoparit dikali 100%
%Cu :(1 x 63,5 )/183,5 g X100%= 34,63%
- Mengubah persen komposisi menjadi massa desimal.
34,63/100 = 0,3463
- Menentukan massa Cu dalam kalkoparit dengan cara mengalikan komposisi dengan massa kalkoparit
0,3463 x 5,93 x 103 kg = 2,05 x 103 kg
- Membagi massa yang diperoleh dengan massa teoritis dikalikan 100%
Kemurnian:
= (1,50 x 103 kg/2,05 x 103 kg) x 100%
= 74,2 %
Kesimpulan : kemurnian Cu yang diperoleh kurang dari 100% , maka pemisahan kurang sempurna.
Demikian teman-teman semoga pembahasan tentang komposisi massa dan aplikasinya dapat bermaanfaat bagi teman-teman semua,,,aamiin ^_^ Wasalam.